14. Istana dari Papan Kayu
Seiring dengan
bertambahnya usia dan semakin dalam-Snya ilmu olah senjata serta siasat
perang yang dipelajari oleh Kaurawa dan Pandawa, Duryodhana semakin iri
melihat keperkasaan Bhima dan kesaktian Arjuna dalam segala hal.
Duryodhana kemudian mengangkat Karna dan Sakuni sebagai penasihatnya dan
menugaskan mereka untuk merencanakan siasat-siasat licik untuk
mengalahkan Pandawa .
Dritarastra, ayah Kaurawa,
sebenarnya bijaksana dan sangat mencintai Pandawa, putra-putra adiknya.
Sayangnya, ia berwatak lemah. Dalam menentukan segala sesuatu, ia
terlalu memihak putra-putranya sendiri. Semua keinginan putra-putranya,
terutama keinginan Duryodhana, selalu dikabulkannya. Tidak jarang,
dengan sadar ia menuruti mereka meskipun tahu bahwa mereka salah .
Bagi
Duryodhana, yang lebih menyakitkan hati adalah kenyataan bahwa rakyat
Hastina, terutama yang tinggal di ibukota Hastinapura, selalu
memuji-muji Pandawa secara terang-terangan. Mereka senantiasa menyerukan
bahwa Yudhistiralah yang paling tepat dinobatkan sebagai raja,
menggantikan Dritarastra. Rakyat bergerombol di jalanjalan,
memperdebatkan siapa yang paling pantas menjadi raja mereka. Sering
terdengar percakapan seperti ini .
“Dritarastra tidak
pantas menjadi raja karena ia buta. Ia tidak mampu memerintah kerajaan
dengan baik karena kekurangannya itu. Bhisma juga tidak mungkin menjadi
raja,
karena ia telah bersumpah akan mengabdikan seluruh hidupnya pada
kebenaran, keadilan dan kesucian. Kecuali itu, ia memang tidak ingin
menjadi raja dan sudah bersumpah takkan pernah menikah. Karena itu,
Yudhistiralah yang paling pantas dinobatkan menjadi raja. Hanya dialah
yang akan dapat memerintah wangsa Kuru dan kerajaan ini dengan adil.”
Demikianlah
rakyat berbicara di mana-mana. Mendengar semua itu, telinga Duryodhana
terasa panas. Hatinya sakit didera rasa iri dan kebencian. Ia menghadap
ayahnya, mengadukan hal itu. Katanya, “Ayahanda, rakyat kerajaan ini
telah menghina kita. Mereka sama sekali tidak punya rasa hormat kepada
orang-orang yang patut dimuliakan seperti Bhisma dan Ayahanda sendiri.
Menurut mereka, kerajaan ini seharusnya diperintah oleh Yudhistira
karena dialah yang paling pantas menjadi raja .
“Mereka
berkata bahwa karena buta, sebenarnya Ayahanda tidak pantas menjadi
raja. Jika mereka bersikeras meminta penobatan Yudhistira, itu berarti
kehancuran bagi kita. Ayahanda telah mengalah kepada Paman Pandu. Kalau
tidak karena Paman Pandu mengundurkan diri, Ayahanda takkan pernah
menjadi raja. Sekarang, jika Yudhistira menuntut haknya untuk
menggantikan ayahnya, ke manakah kita akan pergi? Tak ada lagi
kesempatan bagi keturunan kita untuk menjadi raja, karena hanya
keturunan Yudhistira atau Pandawa yang berhak menjadi raja. Keturunan
kita akan menjadi orang-orang miskin yang menggantungkan hidupnya pada
belas kasihan keturunan Pandawa.”
Dritarastra merenung
mendengar kata-kata anaknya. Beberapa lama kemudian dia berkata,
“Anakku, apa yang engkau katakan itu benar. Namun, Ayah percaya,
Yudhistira pasti takkan menyimpang dari jalan yang benar dan penuh
kebajikan. Ia mengasihi kita semua. Ia mewarisi semua sifat mulia
ayahnya. Rakyat mengagumi dia dan mereka pasti mendukung dia. Semua
menteri dan senapati juga mencintai Pandu dan mereka pasti akan mengabdi padanya
dengan sepenuh hati. Rakyat memang memuja Pandawa. Kita tak dapat
menentang mereka atau menunggu kesempatan baik untuk mengalahkan
Pandawa. Seandainya kita berbuat tidak adil dan tidak benar, rakyat akan
berontak melawan kita. Mereka akan mengusir kita dan kita akan
terjerumus dalam kubangan kutuk dan cemooh.”
Duryodhana
menjawab, “Rasa cemas Ayahanda tidak beralasan. Dalam keadaan paling
buruk pun Bhisma tetap tidak akan memihak, sedangkan Aswattama pasti
akan patuh padaku. Dan itu berarti bahwa ayahnya, Mahaguru Drona, dan
Mahaguru Kripa ada di pihak kita. Widura tak mungkin menentang kita
secara terang-terangan, kecuali jika dia punya alasan lain, sebab ia
tidak punya pengikut atau kekuatan apa pun. Kirimlah Pandawa ke
Waranawata secepatnya .
“Ayahanda, sejujurnya hatiku terasa sesak, penuh dendam
dan iri hati. Aku tak tahan lagi memendam semua perasaan ini. Aku
selalu gelisah, tak enak makan dan tak enak tidur. Semua ini seakan-akan
merobek-robek dadaku. Hidupku terasa penuh siksa dan derita .
“Ayahanda, segera kirimlah Pandawa ke Waranawata. Setelah itu, kita akan menghimpun kekuatan kita.”
Setelah
Duryodhana berkata demikian, para penasihat raja datang dan bergantian
memberikan nasihat kepada Dritarastra. Mereka semua mendukung rencana
Duryodhana. Kanika, tangan kanan Sakuni dan pemimpin kelompok ini,
mengusulkan kepada Dritarastra, “Paduka, hamba mohon Paduka berhati-hati
dan waspada terhadap anak-anak Pandu, sebab kebaikan dan pengaruh
mereka merupakan ancaman bagi kewibawaan Paduka. Ketahuilah, semakin
dekat hubungan keluarga, semakin dekat dan semakin mengerikan pula
bahaya itu. Mereka sangat kuat.”
Dritarastra diam, mendengarkannya sungguh-sungguh .
Kemudian
Kanika melanjutkan, “Jangan Paduka gusar kepada hamba jika hamba
katakan bahwa seorang raja harus berkuasa dalam nama, di atas takhta dan
tindakannya, sebab tak seorang pun akan percaya pada kekuatan
yang tidak pernah diperlihatkan. Hal-hal yang berkaitan dengan tata
kerajaan memang harus dirahasiakan. Tetapi, bukti nyata suatu rencana
bijak bagi rakyat adalah pelaksanaannya. Bodoh sekali kalau menunjukkan
kemesraan terhadap mereka .
“Demikianlah, keburukan harus
dilenyapkan sama sekali. Ibarat duri dalam daging, jika dibiarkan akan
menyebabkan luka membisul. Musuh yang perkasa harus dihancurkan, namun
musuh yang kecil dan lemah jangan dilalaikan. Ibarat bara, jika tidak
segera dipadamkan bisa berkobar menyala membakar hutan. Jika tak bisa
menghancurkan musuh perkasa dengan kekuatan senjata, kita gunakan tipu
muslihat.”
Duryodhana meyakinkan ayahnya bahwa ia telah
berhasil menghimpun sekutu dan pengikut yang setia. Katanya, “Ananda
telah menghadiahkan harta benda, pangkat dan kehormatan kepada semua
pengawal kerajaan Hastina. Ananda telah membuat mereka bersumpah untuk
setia kepada kita. Begitu Ayahanda mengirim Pandawa ke Waranawata, seisi
ibukota dan kerajaan ini akan memihak kita. Tak ada lagi sekutu Pandawa
di kerajaan ini. Begitu kerajaan ini ada di tangan kita, mereka akan
kehilangan kekuasaan. Setelah itu, barulah kita pikirkan bagaimana
caranya melenyapkan mereka.”
Jika seseorang banyak
mendengar tentang apa yang sebenarnya ingin ia yakini, maka ia akan
merasa bahwa keyakinannya itu benar. Demikianlah, pikiran Dritarastra
goyah oleh desakan anaknya dan anjuran para penasihatnya. Tanpa mampu
berpikir jernih, ia merestui rencana Duryodhana .
Sejak
itu, para senapati Hastina sengaja memuji-muji keindahan Waranawata di
hadapan Pandawa. Mereka membisikkan, bahwa di sana akan diadakan upacara
pemujaan Batara Shiwa secara besar-besaran. Pandawa sama sekali tidak
curiga mendengar semua itu. Lebih-lebih setelah Dritarastra menyuruh
mereka mengikuti upacara itu. Dritarastra menambahkan, bahwa bukan saja
upacara itu sangat penting, tetapi rakyat di Waranawata sudah lama merindukan kunjungan Pandawa.
Demikianlah, Pandawa memutuskan untuk pergi ke Waranawata setelah mendapat restu dari Bhisma dan para tetua lainnya .
Duryodhana
senang karena rencana pertamanya berhasil. Bersama Karna dan Sakuni, ia
menyusun rencana untuk membunuh Dewi Kunti dan Pandawa di Waranawata.
Pertama-tama mereka mengirimkan Purochana dengan perintah rahasia yang
harus dilaksanakan dengan taat dan hati-hati .
Jauh
sebelum Pandawa berangkat ke Waranawata, Purochana sudah mendahului
pergi ke sana dengan tugas membangun istana peristirahatan untuk
Pandawa. Istana itu dibangun dari papan-papan kayu yang diukir indah. Di
sudut-sudut tersembunyi disisipkan bahan-bahan yang mudah terbakar,
seperti lak, minyak kental, dan karung kering. Semua perabotannya juga
terbuat dari bahanbahan yang mudah terbakar .
Penjagaan
diatur secara ketat dan rahasia agar Pandawa tidak curiga. Sebelum
upacara dilaksanakan, di Waranawata diadakan pesta meriah, lengkap
dengan bermacam-macam hiburan dan pertunjukan kesenian .
Rencananya,
lewat tengah malam, ketika Pandawa tidur pulas kecapekan setelah
berpesta, istana itu akan dibakar. Kaurawa akan menyambut Pandawa dengan
ramah dan penuh hormat. Jika istana terbakar, rakyat tidak curiga dan
mereka menyimpulkan bahwa kebakaran itu terjadi tanpa sengaja dan tidak
akan melemparkan tuduhan kepada mereka. Tak seorang pun akan menyalahkan
Kaurawa, sementara Duryodhana akan puas karena berhasil memusnahkan
Pandawa .
Demikianlah dengan berbagai cara Duryodhana
berusaha memusnahkan Pandawa. Hanya Widura yang ingin menyelamatkan
wangsa Kuru dari malapetaka itu .
***
BERSAMBUNG
0 komentar :
Posting Komentar