20. Krishna Menerima Penghormatan Tertinggi
Setelah
Jarasandha mati, Pandawa mengundang raja-raja untuk bermusyawarah dan
menyaksikan upacara rajasuya yang sudah ditradisikan sejak jaman dahulu
dan sesuai dengan ajaran agama. Upacara dilaksanakan untuk memberikan
gelar Maharajadiraja kepada raja yang dianggap pantas menyandangnya.
Sesuai tradisi, dalam upacara itu penghormatan utama harus diberikan
kepada tamu yang dianggap paling layak menerimanya, diikuti tamutamu
lainnya, sesuai keagungan, kekuasaan, kebijaksanaan dan kebajikan
masing-masing .
Sebelum upacara dimulai, Pandawa, para
penasihat Pandawa, dan semua raja yang diundang bermusyawarah untuk
menentukan siapa yang pantas mendapat penghormatan tertinggi sebagai
tamu utama dan bagaimana urutan penghormatan itu akan diberikan kepada
tamu-tamu lainnya. Penentuan itu menimbulkan perbedaan pendapat dan
perdebatan sengit. Setelah lama berdebat, Bhisma, kesatria tua dan
penasihat Pandawa yang sangat disegani, berkata bahwa menurutnya
Krishnalah yang paling pantas mendapat penghormatan utama. Yudhistira
sependapat dengannya. Ia menyuruh Sahadewa menyiapkan segala keperluan
upacara dengan penghormatan utama untuk Krishna .
Tiba-tiba
Sisupala, Raja Chedi, yang sangat membenci Krishna bangkit dari tempat
duduknya lalu berkata lantang sambil tertawa lebar, “Sungguh tidak adil.
Tetapi aku tidak heran. Orang yang mengharapkan nasihat dari orang lain
pasti berasal dari kelahiran tidak sah.” Ia berkata demikian sambil menoleh ke arah Pandawa dengan acuh tak acuh .
Kemudian
ia melanjutkan, “Demikian pula orang yang memberi nasihat. Meski ia
berasal dari keturunan yang tinggi derajatnya, kemuliaannya semakin lama
semakin merosot, begitu pula kebijaksanaannya.” Dengan pandang menghina ia menoleh ke arah Bhisma, putra Dewi Gangga .
Belum
puas menghina Pandawa dan Bhisma, Sisupala melanjutkan, “Dengar kalian
semua! Orang yang diberi kehormatan utama ini sesungguhnya berasal dari
keluarga gila dan dibesarkan sebagai pengecut! Apakah ia pantas menerima
kehormatan utama?!”
Hadirin diam, tertegun. Tak ada yang menjawab .
Sisupala
semakin lantang berteriak, “He, kalian semua! Apakah kalian bisu? Tak
beranikah kalian menyatakan pikiran sendiri? Pantas saja. Keputusan itu
tidak sah karena diambil oleh orang-orang yang tidak terhormat.”
Beberapa
raja yang hadir dalam sidang itu bertepuk tangan menyemangati Sisupala.
Mendapat tanggapan seperti itu, Sisupala menjadi besar kepala. ia
berkata lagi, kali ini kepada Yudhistira. “He, Yudhistira, lihatlah para
raja yang hadir di sini. Tidak malukah engkau memberikan kehormatan
utama kepada Krishna? Banyak raja yang lebih mulia dan lebih pantas
menerimanya dibanding dia! Tidak memberikan kehormatan utama kepada
orang yang layak atau memberikannya kepada orang yang tidak pantas
menerimanya adalah salah besar! Engkau raja yang agung. Sungguh sayang
jika engkau mengabaikan hal ini.”
Hati Sisupala semakin
panas karena Yudhistira tidak menghiraukannya. Maka ia melanjutkan,
“Tanpa menghiraukan raja-raja dan para kesatria yang hadir di sini atas
undanganmu, engkau akan berikan kehormatan utama kepada seorang pengecut
yang tak punya malu. Ingat, sikapmu itu membuat para raja yang kau
undang sakit hati. Basudewa, ayah Krishna, hanyalah salah satu budak Raja
Ugrasena. Ia tidak berdarah kesatria dan bukan keturunan raja-raja.
Apakah kesempatan ini sengaja kaugunakan untuk mempertunjukkan sikap
berat sebelahmu kepada Krishna, anak Dewaki? Apa gunanya upacara ini
bagi putra-putra Pandu?
“Hai putra-putra Pandu, kalian masih
hijau, kurang terdidik dan belum berpengalaman. Kalian sama sekali tidak
tahu tata cara persidangan raja-raja terhormat. Bhisma yang berjiwa
lemah telah mempermainkan engkau .
“Hai, Yudhistira,
mengapa engkau lancang memutuskan pemberian kehormatan utama tanpa
bermusyawarah dulu dengan para raja yang masyhur dan terhormat? Krishna
belum patut menjadi penasihatmu karena ia masih muda. Yang paling pantas
sebenarnya adalah Drona, mahagurumu. Dia juga hadir dalam persidangan
ini. Apakah menurutmu Krishna yang paling mumpuni dalam upacara
keagamaan dan karenanya engkau pilih dia? Itu tidak mungkin, sebab
Bhagawan Wyasa hadir di sini. Masih lebih baik jika kauberikan
kehormatan utama kepada Bhisma. Walaupun lemah hati, ia adalah sesepuh
keluargamu. Atau ... kepada Mahaguru Kripa, guru seluruh keluargamu,
yang juga hadir di sini. Lalu ... Aswatthama, pahlawan dan ahli kitab
suci, juga hadir di sini. Mengapa engkau pilih Krishna dan melupakan
yang lain?”
Sisupala semakin bernafsu, bicaranya semakin lantang,
“Putra mahkota Duryodhana juga hadir di sini. Begitu pula Karna. Tapi
mereka tidak engkau pilih. Dengan memilih Krishna yang bukan keturunan
raja, bukan pahlawan, tidak terpelajar, tidak suci, belum berpengalaman,
dan pengecut, engkau merendahkan derajat semua raja dan putra mahkota
yang hadir di sini.”
Ia memandang para raja lalu melanjutkan,
“Wahai
Raja-Raja yang saya muliakan, saya bicara bukan karena tidak setuju
Yudhistira bergelar Maharajadiraja. Saya tidak peduli apakah ia musuh
atau kawan. Tetapi, karena banyak mendengar tentang keluhuran budinya,
kita ingin melihat apakah ia bisa memegang teguh panji dharma yang kita
muliakan. Lihatlah, dengan sengaja ia menghina kita. Apakah sikapnya itu
selaras dengan keluhuran budinya yang termasyhur? Tahukah kalian
bagaimana dengan liciknya Krishna membantu Bhima membunuh Jarasandha?
Menurutku Yudhistira sebenarnya rendah budi, sama dengan penasihatnya
yang licik dan pengecut.”
Sampai di sini ia berhenti
sebentar. Kemudian dia memandang Krishna lalu meneruskan kata-katanya
dengan berapi-api, “Alangkah pongahnya engkau, mau menerima kehormatan
yang tidak pantas bagimu dari Pandawa yang tidak mengerti tatakrama! Apa
kau sudah lupa diri? Apa kau tidak tahu tatakrama? Atau kau tidak bisa
melihat bahwa upacara ini hanyalah sandiwara untuk mempermalukan dirimu?
Apa kau tidak mengerti bahwa penghormatan yang akan kauterima pada
hakikatnya seperti kotoran yang dilemparkan ke wajahmu? Tak ada gunanya;
seperti memperlihatkan barang-barang indah kepada orang buta. Sekarang
terbukti bahwa Yudhistira, Bhisma dan Krishna berasal dari kelahiran
yang sama.”
Setelah puas memaki-maki, Sisupala mengajak
para raja dan pangeran meninggalkan persidangan. Banyak yang mengikuti
jejaknya. Yudhistira, sebagai tuan rumah, mencoba menenangkan suasana
dengan kata-kata santun dan sikap sabar. Ia memohon agar para raja
tenang dan duduk kembali. Tetapi usahanya sia-sia, karena mereka sangat
marah .
Sementara itu, Krishna tidak tinggal diam. Ia
tidak terima dihina dan dipermalukan di hadapan para tamu. Ia bangkit
berdiri lalu dengan cepat menghalangi Sisupala dan para pengikutnya.
Pertarungan tidak bisa dihindarkan. Sesuai adat para kesatria, Krishna
dan Sisupala bertarung satu lawan satu. Setelah bertarung sengit,
Sisupala tewas. Melihat itu, para raja yang lain tidak berani berhadapan
dengan Krishna. Mereka mengurungkan niatnya dan kembali duduk di balai
persidangan .
Akhirnya, setelah segala sesuatunya siap,
upacara rajasuya dilangsungkan dengan megah dan meriah, sesuai rencana
semula. Dalam upacara itu Yudhistira diberi gelar dan diakui sebagai
Maharajadiraja .
***
BERSAMBUNG
0 komentar :
Posting Komentar