1. Ilmu Gaib Sanjiwini
Pada jaman dahulu
kala, sering terjadi pertempuran pertempuran panjang dan sengit antara
para dewata dengan para raksasa. Mereka berebut ingin menguasai ketiga
dunia. Para dewata dipimpin seorang resi bernama Wrihaspati yang sangat
terkenal karena pengetahuannya yang mendalam tentang kitab-kitab Weda,
sedangkan para raksasa dipimpin Mahaguru Sukra yang arif bijaksana .
Wrihaspati
dan Sukra sama-sama ahli perang yang sangat termasyhur. Tetapi, Sukra
memiliki keunggulan yang sangat mengerikan, yaitu ilmu gaib Sanjiwini
yang dapat menghidupkan siapa saja yang sudah mati. Jadi, setiap kali
ada raksasa mati di medan pertempuran, Sukra dapat menghidupkannya lagi.
Begitu berkali-kali, sehingga jumlah mereka tak pernah berkurang dan
mereka dapat melanjutkan perang melawan para dewata. Akibatnya, para
dewata selalu kalah melawan para raksasa .
Akhirnya, para
dewata berunding, mencari akal untuk mengalahkan para raksasa.
Diputuskanlah untuk menemui Kacha, putra Wrihaspati, dan meminta
bantuannya. Mereka berharap Kacha bisa menawan hati Sukra dan
membujuknya agar ia diijinkan menjadi murid mahaguru itu. Dengan menjadi
murid Sukra, para dewata berharap Kacha bisa menguasai ilmu gaib
Sanjiwini, dengan cara mulia atau cara curang, sehingga para dewata bisa
terhindar dari kekalahan terus-menerus .
Kacha menyanggupi permintaan para dewata itu. Ia lalu pergi menghadap Mahaguru Sukra yang tinggal di istana Raja Wrishaparwa, raja para raksasa .
Sampai
di hadapan mahaguru itu, Kacha memberi salam hormat lalu berkata,
“Hamba ini cucu Resi Angiras dan anak Resi Wrihaspati. Hamba telah
bersumpah menjadi seorang brahmacharin dan ingin menuntut ilmu di bawah
asuhan Yang Mulia Mahaguru.”
Sesuai adat, seorang guru
yang bijaksana tidak boleh menolak murid yang ingin berguru kepadanya.
Maka Mahaguru Sukra berkata, “Kacha, engkau adalah keturunan keluarga
baik-baik. Aku terima kau sebagai muridku. Dan ingatlah, aku terima kau
karena aku ingin menunjukkan hormatku kepada Resi Wrihaspati, ayahmu.”
Demikianlah,
Kacha pun menjadi murid Mahaguru Sukra. Semua tugas kewajiban yang
diberikan oleh gurunya dikerjakannya dengan sungguh-sungguh. Salah satu
tugasnya adalah menghibur putri Mahaguru Sukra yang bernama Dewayani.
Mahaguru itu hanya memiliki seorang anak. Tak heran, Dewayani menjadi
tumpahan kasih sayangnya. Semua keinginannya selalu dikabulkan .
Kacha
diperintahkan menghibur Dewayani dengan menyanyi, menari atau
mengajaknya bermain. Lama kelamaan, Kacha tertarik kepada putri itu.
Tetapi, karena ia telah bersumpah menjadi brahmacharin yang
sepenuhnya mengabdikan diri untuk belajar ilmu agama di bawah bimbingan
seorang guru dan mengamalkan segala kebajikan hidup tanpa menikah, ia
menahan diri dan berusaha keras untuk tidak melanggar sumpahnya .
Sementara
itu, para raksasa yang mengetahui bahwa pemimpin mereka mengambil anak
Wrihaspati sebagai murid merasa cemas dan curiga. Jangan-jangan niat
Kacha tidak tulus berguru. Jangan-jangan sebenarnya Kacha ingin mencari
kesempatan untuk membujuk gurunya agar memberikan rahasia ilmu gaib
Sanjiwini. Karena itu, mereka berunding, mencari akal untuk membunuh
Kacha .
Pada suatu hari, seperti biasa Kacha menggembalakan sapi-sapi
gurunya ke padang rumput. Tiba-tiba datang beberapa raksasa, mereka
menyergapnya lalu membunuhnya. Mayat Kacha dicincang dan dibiarkan
menjadi makanan anjing .
Sore harinya, sapi-sapi itu
pulang ke kandang tanpa Kacha. Dewayani yang melihat hal itu merasa
cemas. Ia segera menemui ayahnya. Katanya sambil menangis tersedu-sedu,
“Matahari telah terbenam, dan pedupaan untuk pemujaan malam Ayahanda
telah dinyalakan, tetapi Kacha belum pulang. Sapi-sapi gembalaannya
sudah pulang ke kandang. Ananda khawatir kalau-kalau sesuatu yang buruk
menimpa Kacha. Tolonglah dia, Ayah. Ananda sangat mencintainya dan tak
dapat hidup tanpa dia.”
Mendengar permohonan putri
kesayangannya, Mahaguru Sukra segera mengucapkan mantra. Dengan
kesaktiannya, ia tahu Kacha sudah mati. Karena itu, untuk menghidupkan
kembali dan memanggil pemuda itu, ia mengucapkan mantra gaib Sanjiwini.
Seketika itu Kacha hidup kembali dan berada di hadapan mereka dengan
wajah tersenyum. Dewayani bertanya, mengapa ia terlambat pulang. Kacha
bercerita, ia diserang dan dibunuh para raksasa ketika sedang
menggembalakan sapi. Tetapi, bagaimana ia bisa hidup kembali dan berada
di hadapan mereka, ia tidak bisa menerangkannya .
Para raksasa kecewa melihat Kacha hidup kembali. Mereka terus memata-matai pemuda itu, mencari kesempatan untuk membunuhnya .
Suatu
hari, Kacha pergi ke hutan, mencari bunga yang langka untuk Dewayani.
Ketika sedang berada di dalam hutan lebat, ia disergap para raksasa lalu
dibunuh. Mayatnya dicincang, dibakar, lalu abunya dibuang ke laut .
Berhari-hari
Dewayani menunggu, tetapi Kacha tak pulang-pulang. Akhirnya putri itu
menghadap ayahnya dan mengadukan hal itu kepadanya. Sekali lagi, Resi
Sukra menggunakan ilmu gaib Sanjiwini dan memanggil Kacha. Pemuda itu
hidup kembali .
Para raksasa semakin geram. Ketika ada kesempatan, untuk
ketiga kalinya mereka membunuh Kacha. Dengan cerdik mereka membakar
mayatnya, lalu mencampurkan abunya ke dalam minuman anggur yang mereka
persembahkan kepada Resi Sukra. Tanpa curiga, pemimpin mereka meminum
anggur itu. Sore harinya, sapi-sapi itu pulang kandang tanpa gembalanya.
Sekali lagi Dewayani menghadap ayahnya, menangis dan memohon agar
ayahnya memanggil dan menghidupkan kembali Kacha .
Resi Sukra menghibur anaknya,
“Walaupun
Ayah sudah dua kali menghidupkan Kacha, rupa-rupanya para raksasa sudah
bertekad membunuhnya. Wahai, Anakku, kematian adalah hal biasa. Sungguh
tidak pantas orang yang berjiwa besar seperti engkau menangisi
kematiannya. Nikmatilah hidupmu yang dilimpahi berkah kegembiraan,
kecantikan dan kemurahan hati serta penuh damai di dunia.”
Dewayani
tak merasa terhibur oleh kata-kata ayahnya. Ia sangat mencintai Kacha.
Demikianlah, sejak dunia tercipta, nasihat resi yang paling bijaksana
pun tak pernah bisa menghilangkan duka hati seorang wanita yang
kehilangan kekasihnya .
Dewayani berkata, “Kacha, cucu
Angiras dan putra Wrihaspati adalah pemuda yang tidak berdosa. Ia telah
menyerahkan diri untuk melayani kita. Aku mencintainya sedalam lubuk
hatiku. Tetapi sekarang ia mati dibunuh. Hidupku menjadi hampa dan tanpa
cinta. Karena itu, wahai Ayahanda, aku akan mengikutinya.”
Setelah berkata demikian, Dewayani berpuasa, tidak makan dan tidak minum .
Resi
Sukra tak tega melihat putri kesayangannya berduka. Ia marah kepada
para raksasa yang telah membunuh Kacha. Pembunuhan terhadap brahmana
adalah dosa terkutuk. Mereka pasti akan mendapat balasan yang setimpal .
Sekali
lagi Resi Sukra mempergunakan ilmu gaib Sanjiwini untuk menghidupkan
Kacha. Sekali lagi Kacha hidup kembali dari anggur yang sudah masuk ke
lambung sang Mahaguru. Tetapi ia tidak bisa keluar karena berada di tempat yang sangat aneh. Ia hanya dapat menjawab dengan menyebutkan namanya dan mengatakan tempat ia berada .
Mendengar
itu, Resi Sukra berkata dengan berang, “Hai, Brahmacharin, bagaimana
engkau bisa masuk ke dalam tubuhku? Apakah karena perbuatan para
raksasa? Sungguh keterlaluan. Ingin rasanya aku membunuh semua raksasa
dan menyatukan diriku dengan para dewata. Tetapi, sebelum itu kulakukan,
ceritakan dulu semuanya kepadaku.”
Dengan susah payah, dari dalam lambung Resi Sukra, Kacha menceritakan apa yang dialaminya .
Resi
mahasakti itu menyahut, “Kini aku, Resi Sukra yang suci, luhur budi,
dan termasyhur, menjadi geram karena ditipu dengan persembahan minuman
anggur. Karena itu, demi kebajikan dan peri kemanusiaan, kuperingatkan
bahwa kesucian dan keluhuran budi akan meninggalkan siapa pun yang
meminum anggur dengan tidak bijaksana. Orang yang demikian akan
terkutuk. Demikian pesanku dan hal ini akan dinyatakan dalam kitab-kitab
suci sebagai larangan yang tak boleh dilanggar.”
Setelah
berkata demikian, Resi Sukra memandang Dewayani sambil berkata, “Anakku
sayang, sekarang engkau harus memilih. Kalau kau ingin Kacha hidup
kembali, ia harus keluar dari dalam tubuhku dan itu berarti kematian
bagiku. Ia hanya bisa hidup di atas kematianku.”
Dewayani
menangis tersedu-sedu sambil berkata, “Oh Dewata, sungguh pilihan yang
tak mungkin kupilih. Aku sangat menyayangi Ayahanda dan Kacha. Jika
salah satu dari kalian mati, aku akan mati. Aku tak sanggup hidup tanpa
kalian berdua.”
Sambil mencari jalan untuk menyelesaikan masalah berat itu, Resi Sukra berkata kepada Kacha,
“Wahai putra Wrihaspati, sekarang aku tahu apa sesungguhnya niatmu datang berguru kepadaku. Kau akan memperoleh apa yang
kauinginkan.
Aku akan menghidupkan kau kembali demi Dewayani dan demi dia pula aku
tidak boleh mati. Satusatunya jalan adalah mengajarkan ilmu gaib
Sanjiwini kepadamu. Dengan menguasainya, kau akan bisa menghidupkan aku
kembali meskipun tubuhku hancur setelah mengeluarkan engkau. Berjanjilah
untuk menggunakan ilmu gaib Sanjiwini yang akan kuajarkan kepadamu
untuk menghidupkan aku kembali, agar Dewayani tidak berduka atas
kematian salah satu dari kita.”
Dari dalam lambung gurunya, Kacha mengucapkan janjinya .
Demikianlah,
Mahaguru Sukra memberikan rahasia ilmu gaib Sanjiwini kepada Kacha.
Seketika itu juga Kacha keluar dari dalam tubuh gurunya, sementara sang
Resi langsung rubuh, wafat dengan tubuh hancur berkepingkeping. Kacha
memenuhi janjinya. Ia segera sujud di depan jenazah gurunya dan
mempergunakan ilmu gaib Sanjiwini. Katanya, “Guru yang ikhlas membagi
ilmu kepada muridnya ibarat seorang ayah yang mengasihi putranya. Karena
aku keluar dari tubuhmu, maka aku adalah anakmu juga.”
Beberapa
tahun lamanya Kacha meneruskan hidupnya sebagai murid Resi Sukra,
sampai tiba waktunya untuk kembali ke dunia para dewata. Ketika saat itu
tiba, ia mohon diri kepada gurunya. Sang Resi merestuinya dan
mengijinkannya pergi. Kemudian Kacha minta diri kepada Dewayani .
Putri jelita ini dengan hormat berkata,
“Wahai
cucu Angiras, kau telah menawan hatiku dengan kesucian hati, hidupmu
yang tidak bercacat, kemajuanmu dalam menuntut ilmu, dan asal-usulmu
yang agung. Sejak lama aku mencintaimu dengan sepenuh hati, walaupun
engkau tetap teguh menjalankan sumpahmu sebagai brahmacharin. Tetapi,
sudah selayaknya sekarang engkau menerima cintaku dan sudi membuatku
bahagia dengan menikahiku.”
Kacha menjawab, “Oh, Dewayani yang suci, engkau adalah
putri mahaguruku yang selalu kusegani. Aku hidup kembali setelah keluar
dari tubuh ayahmu. Karena itu, aku kini menjadi saudaramu seayah.
Sungguh tidak pantas jika engkau memintaku agar sudi mengawinimu.”
Dewayani
berkata, “Engkau anak Wrihaspati yang patut kuhormati dan bukan anak
ayahku. Aku yang menyebabkan kau bisa hidup kembali, karena aku
mencintaimu dan mengharapkan engkau menjadi suamiku. Tidak pantas engkau
meninggalkan aku yang tidak berdosa ini tanpa memberiku kesempatan
untuk mengabdi kepadamu.”
Kacha menjawab, “Jangan mencoba
membujukku untuk melakukan hal yang tidak benar. Engkau sungguh jelita,
dan semakin jelita dalam keadaan marah seperti sekarang, tetapi aku
adalah saudaramu. Abdikanlah hidupmu untuk kebajikan dalam bimbingan
ayahmu, Mahaguru Sukra. Jalani hidupmu seperti dahulu. Berdoalah dan
relakan aku pergi.”
Setelah berkata demikian, dengan lembut Kacha melepaskan diri dari pegangan Dewayani dan kembali ke dunia para dewata .
Sepeninggal Kacha, Dewayani selalu sedih dan murung. Tak ada yang bisa menghiburnya, tidak juga Mahaguru Sukra, ayahnya .
***
BERSAMBUNG
0 komentar :
Posting Komentar