Kedua Pihak Berusaha Keras untuk Menang
Pada hari keenam, sesuai perintah Yudhistira, Dristadyumna menyusun balatentara Pandawa dalam formasi makara (supit urang), yaitu sejenis udang besar yang kepalanya bertanduk. Sementara itu, pasukan Kaurawa diatur dalam formasi krauncha, yaitu sejenis burung bangau raksasa .
FORMASI PERANG MAKARA/SuPIT URANG*)
Pertempuran
hari ke enam ditandai dengan tewasnya lebih banyak prajurit di kedua
belah pihak. Hari masih pagi ketika Pandawa membunuh sais kereta Drona.
Karena itu, Drona sendiri yang mengemudikan keretanya, sambil terus
bertempur dengan garang .
Pagi itu Bhima mengamuk,
memporak-porandakan formasi musuh. Untuk kesekian kalinya ia berhadapan
dengan Duryodhana. Semula pihak Kaurawa menugaskan Duryodhana untuk
menangkap dan membunuh Bhima. Tetapi akhirnya tugas itu diserahkan
kepada saudarasaudaranya yang kemudian dengan licik mengeroyok
Bhimasena. Mereka yang menggantikan Duryodhana adalah Duhsasana,
Durwishada, Durmata, Jaya, Jayatsena, Wikarna, Chitrasena, Sudarsena,
Charuchitra, Suwarma, Dushkarna dan beberapa lagi. Tetapi Bhima tidak
takut dan tidak peduli berapa jumlah mereka. Ia terus menerjang ke
depan, menggempur siapa pun yang menghalanginya. Seperti biasa, jika
sedang marah Bhima sering kehilangan kendali. Dikeroyok begitu,
hilanglah kesabarannya. Tibatiba ia meloncat turun dari keretanya lalu
mengayunayunkan gadanya yang terkenal sakti sambil berlari ke arah
anak-anak Dritarastra .
Ketika Dristadyumna tidak melihat
kereta Bhimasena di tengah kerumunan pasukan musuh, ia merasa cemas.
Segera ia memacu keretanya ke kerumunan musuh yang mengepung Bhimasena.
Dengan nekat dia menerjang pasukan Kaurawa. Sampai di tengah pasukan
musuh, ia tidak melihat Bhima tetapi hanya Wisoka, sais kereta Bhima.
Wisoka melaporkan bahwa dengan bersenjata gada Bhima bertempur melawan
putra-putra Dritarastra dan ia diperintahkan menunggu di kereta .
Mendengar
itu, Dristadyumna pun mengarahkan keretanya lebih jauh ke tengah
pasukan musuh. Laju keretanya terhalang oleh mayat manusia dan bangkai
gajah serta kuda yang bergelimpangan, tapi dengan penuh tekat
Dristadyumna terus maju. Akhirnya dia melihat Bhimasena sedang bertarung
seru dengan putra-putra Dritarastra. Tubuh kesatria Pandawa itu
berlumuran darah, belasan anak panah menancap di sana-sini. Dengan
tangkas Dristadyumna mengarahkan keretanya mendekat dan secepat kilat
menyambar Bhimasena serta menaikkannya ke dalam keretanya. Dipeluknya
kesatria perkasa itu dengan penuh kasih. Darah Bhima pun membasahinya.
Segera dia memutar kereta dan melarikan Bhima keluar dari arena
pertempuran .
Duryodhana yang mengira Bhimasena dan
Dristadyumna sudah tak berdaya lagi segera memerintahkan anak buahnya
untuk menyerang mereka. Ratusan pasukan Kaurawa menghadang laju kereta
Dristadyumna. Kesatria itu lalu mengeluarkan senjata gaib yang
diperolehnya dari Mahaguru Drona ketika ia berguru kepadanya. Dengan
senjata itu ia menghancurkan musuhnya. Tak terbilang jumlah prajurit
Kaurawa yang tewas, berguguran bagai daun-daun di musim rontok. Melihat
itu, Duryodhana segera masuk ke kancah pertempuran dan berusaha melawan
senjata gaib itu. Dikeroyok seperti itu, Bhimasena dan Dristadyumna
hanya bisa mempertahankan diri .
Dharmaputra yang melihat
keadaan itu dari kejauhan segera mengirimkan bantuan sebanyak dua belas
pasukan bersenjata lengkap yang dipimpin Abhimanyu. Mendapat bantuan itu, Bhimasena merasa lega .
Belum
sempat Pandawa menekan musuhnya, Drona datang dan menggempur pasukan
Pandawa dengan hebat. Sais kereta Dristadyumna tewas seketika terkena
panah Drona. Dristadyumna terpaksa melompat ke kereta Abhimanyu dan
Bhimasena melompat ke kereta Kekaya .
Dalam pertempuran di
hari keenam Bhimasena langsung berhadapan dengan Duryodhana. Kedua
orang yang bermusuhan itu saling mencaci dan memaki, sambil berperang
menggunakan senjata andalan masing-masing .
Malang bagi
Duryodhana, dalam pertarungan sengit itu ia terkena hantaman gada
Bhimasena dan seketika itu jatuh pingsan. Secepat kilat Kripa menyambar
Putra Mahkota Kaurawa untuk dilarikan ke tempat aman dan diselamatkan.
Kemudian Bhisma datang dan menggempur pasukan Pandawa hingga berantakan .
Demikianlah,
pertempuran tetap berlangsung sengit meskipun matahari sudah terbenam.
Tak terhitung banyaknya korban yang berjatuhan di kedua pihak. Kira-kira
dua jam setelah matahari terbenam barulah pertempuran itu berhenti.
Pandawa lega melihat Bhima dan Dristadyumna kembali ke perkemahan mereka
dengan selamat, walaupun sekujur tubuh Bhima penuh luka .
***
Setelah
siuman, dengan luka di sekujur badannya, Duryodhana pergi ke kemah
Bhisma. Lalu, seperti biasanya ia marah-marah. Katanya, “Perang
ini makin hari makin memburuk. Pihak kita selalu kalah. Tak terhitung
prajurit kita yang tewas. Rupanya engkau hanya menonton, tanpa berbuat
apa-apa.”
Dengan sabar Bhisma membesarkan hati Duryodhana. Katanya,
“Wahai
Putra Mahkota, jangan biarkan hatimu risau begitu. Kami semua, Drona,
Kritawarma, Salya, Wikarna, Aswatthama, Bhagadatta, Sakuni, dua
bersaudara dari Negeri Awanti, Raja Trigarta, Maharaja Magada dan
Mahaguru Kripa... semua berpihak padamu. Semua kesatria besar itu rela
mengorbankan jiwa mereka demi kemenangan Kaurawa. Jangan berkecil hati.
Hilangkan pikiran yang melemahkan jiwamu .
“Lihatlah!
Beribu-ribu kereta, pasukan berkuda, pasukan gajah dan pasukan berjalan
kaki datang dari berbagai negeri dan kerajaan, siap bertempur di
pihakmu. Dengan balatentara luar biasa besar itu, engkau pasti bisa
menaklukkan musuh-musuhmu, bahkan dewa-dewa di kahyangan sekalipun!
Jangan gentar! Maju terus!”
demikianlah nasihat Bhisma kepada Duryodhana yang sedang putus asa .
***
BERSAMBUNG
CATATAN TAMBAHAN :
*) FORMASI MAKARA/Supit Urang
Bayangkan
bila seekor udang tengah mempertahankan diri atau menyerang dengan
merentangkan sapitnya untuk mematikan lawan. Sang udang akan
menggunakan sapitnya untuk menyerang musuh yang mendekatinya.
Contoh formasi ini yang digunakan oleh Pandawa beserta para satrianya :
* Ujung sepit kanan : Drustajumna
* ujung sepit kiri : Gatotkaca
* mulut : Setyaki
* kepala: Prabu Darmaputra (bersama raja pembantu)
* sungut : Abimanyu
0 komentar :
Posting Komentar