41. Perang di Hari Pertama
Benderang ditabuh
bertalu-talu, trompet tanduk danGkerang ditiup menderu-deru, suaranya
memenuhi angkasa. Gajah-gajah melengking dan kuda-kuda meringkik. Para
prajurit bersorak-sorai, suara mereka gemuruh memenuhi angkasa. Perang
sudah dimulai!
Di hari pertama, di pihak Kaurawa, Duhsasana mendapat kehormatan untuk memimpin penyerbuan, sementara di pihak Pandawa kehormatan itu diberikan kepada Bhimasena.
Gemuruh pertempuran hari itu bagaikan petir menyambar-nyambar. Dari
kedua pihak, ratusan anak panah dilepaskan dari busurnya, melesat ke
angkasa bagai bintang berekor. Para prajurit darat saling berhadapan:
panah-memanah, lempar-melempar, pancung-memancung, saling menebas dengan
pedang atau menusuk dengan tombak. Korban berjatuhan di mana-mana .
Kereta Bhisma tampak
maju sendirian. Dari busur kesatria tua itu anak-anak panah berlesatan
bagai semburan api, menyambar dan menewaskan banyak prajurit Pandawa.
Melihat itu, Abhimanyu tak bisa menahan diri lagi.
Bagaikan angin dipacunya keretanya ke arah Bhisma. Di kereta Abhimanyu
terpancang panji-panji berlambang pohon karnikara warna kuning emas.
Sambil membiarkan keretanya melaju, Abhimanyu melepaskan panah-panahnya,
puluhan jumlahnya, susul-menyusul bagai rantai api, ke arah Bhisma.
Kritawarma dan Salya mencoba menolong kesatria tua itu dengan menghadang
kesatria muda AbhImanyu. Kritawarma tertusuk tombak Abhimanyu satu
kali, Salya lima kali, dan Bhisma sembilan kali. Leher Durmuka, sais
kereta Bhisma, ditembus panah Abhimanyu yang setajam pedang. Akibatnya,
kepalanya terpenggal dan jatuh terguling-guling di tanah. Satu bidikan
Abhimanyu tepat mengenai busur Mahaguru Kripa. Busur itu patah jadi dua .
Gaya bertempur Abhimanyu yang elok dan gagah berani membuat para dewata di kahyangan senang melihatnya.
Udara cerah, hujan dewata atau hujan bunga menyiram bumi, angin bertiup
menebarkan keharuman yang mewangi. Pasukan Pandawa dan Kaurawa
sama-sama mengagumi kemahiran kesatria muda ini dalam bertempur. Mereka
berkata, “Dia memang pantas menjadi anak Dhananjaya. Dia pantas menerima puji-pujian!”
Tengah
hari pertempuran makin memanas. Para kesatria Kaurawa menyerang
Abhimanyu. Sedikit pun kesatria muda itu tidak gentar. Bhisma
melemparkan semua tombaknya ke arah Abhimanyu yang dengan tangkas
mengelak. Dengan tangkas pula ia membidik panji-panji Bhisma yang
berlambang pohon kelapa dan lima bintang emas. Tiang panji-panji itu
patah, tumbang ke tanah. Melihat itu, Bhimasena berteriak, “Hidup
Abhimanyu!”
Mendengar suara Bhima, Krishna membalas dengan lantang. Suaranya membuat kemenakannya merasa diberi semangat.
Bhisma
yang sangat mengagumi keberanian kesatria muda itu, hanya berperang
dengan setengah hati. Tetapi, diperintahkannya beberapa prajuritnya
mengepung Abhimanyu. Demikianlah, kesatria muda itu dikepung musuh dari
berbagai penjuru. Melihat ini, Wirata, Uttara, Dristadyumna, dan
Bhimasena segera datang membantunya, menggempur dan mengenyahkan
musuh-musuhnya .
Uttara datang dengan menunggang gajah. Ia
menyerang Salya habis-habisan, hingga kereta dan kuda Salya hancur
berantakan. Tetapi, secepat kilat Salya melemparkan lembingnya ke arah
Uttara. Lembing itu melesat cepat, tepat menembus dada Uttara. Kesatria
itu terlempar dari kudanya dan jatuh terguling-guling di tanah.
Pedangnya jatuh terpelanting dan ... Uttara tewas seketika.
Gajah tunggangannya langsung mengamuk menyerang Salya. Cepat-cepat Raja
Salya naik ke kereta Kritawarma lalu memanah gajah Uttara beberapa
kali. Akhirnya, belalai gajah itu putus dan sang gajah rubuh... mati di
medan perang bersama tuannya .
Sweta melihat
bagaimana Salya membunuh Uttara, saudaranya yang lebih muda. Amarahnya
langsung meledak. Ia memacu keretanya sekencang angin, ke arah Salya.
Tujuh kesatria dengan kereta masing-masing menyatu menghadapi Sweta.
Anak-anak panah menghujani Sweta, tetapi dapat dielakkan dengan tangkas.
Dengan memutarmutar lembingnya, Sweta menangkis serbuan anak panah .
Dalam
keadaan seperti itu, Duryodhana mengirim pasukan dalam jumlah besar
untuk membantu Salya. Tetapi, Sweta berhasil menembus lautan manusia
musuhnya dan terus maju sampai akhirnya berhadapan dengan Bhisma.
Panji-panji lambang Bhisma dipatahkan oleh Sweta. Bhisma berhasil
membunuh kuda Sweta. Bhisma dan Sweta beradu tombak. Dengan sekuat
tenaga, Sweta melemparkan tombaknya ke kereta Bhisma, tepat mengenai
sasaran. Kereta Bhisma hancur berantakan. Tepat ketika tombak Sweta
mengenai keretanya, Bhisma melompat turun dari keretanya hingga ia
selamat. Begitu kakinya menjejak tanah, ia melepaskan anak panah ke arah
Sweta. Anak panah itu melesat cepat dan menembus dada Sweta. Seketika
itu juga Sweta menemui ajalnya. Duhsasana meniup trompet tanduknya dan menari-nari, merayakan kemenangan Kaurawa!
Bhisma memerintahkan agar disediakan kereta baru. Dengan itu, ia terus melancarkan serangan hebat terhadap pasukan Pandawa .
Di hari pertama, pasukan Pandawa mengalami kekalahan besar. Yudhistira
mendapat firasat buruk yang membuatnya cemas. Sementara itu, di pihak
lawan Duryodhana bersorak-sorak dengan kegembiraan yang meluap-luap .
Menjelang terbenamnya matahari, Pandawa meminta nasihat Krishna. Maka berkatalah Krishna kepada Dharmaputra,
“Wahai
pemimpin bangsa Bharata, janganlah engkau cemas! Hyang Widhi
menganugerahkan saudara-saudara yang perkasa kepadamu. Tak ada gunanya
engkau ragu? Satyaki ada di sisi kita, demikian pula Wirata, Drupada,
Dristadyumna dan aku sendiri. Lupakah engkau bahwa Srikandi telah
menunggu saat untuk membalas dendam pada Bhisma? Janganlah engkau merasa
kecil hati. Ini baru hari pertama.”
Demikian Krishna menyemangati Dharmaputra dan saudara-saudaranya .
***
BERSAMBUNG
0 komentar :
Posting Komentar