43. Perang Hari Ketiga
Ketika fajar hari
ketiga perang Bharatayudha menyingsing, Duryodhana tidak bisa lagi
menahan kekesalannya pada Bhisma, terutama karena kekalahan Kaurawa
sehari sebelumnya. Ia naik pitam dan amarahnya ditumpahkannya kepada
kesatria tua itu. Katanya, ia tahu Bhisma sengaja membiarkan balatentara
Kaurawa kalah dan dipermalukan karena mundur dan lari tunggang langgang
meninggalkan medan perang. Ia juga menuduh Bhisma sengaja bertindak
demi keuntungan Pandawa. Katanya, “Kenapa engkau tidak berterus
terang bahwa engkau lebih mencintai Pandawa? Bukankah Satyaki dan
Dristadyumna adalah teman-teman karibmu? Jika kau memang mau, kau pasti
bisa menaklukkan mereka dengan mudah. Seharusnya kau berterus terang,
hingga kekalahan kemarin tidak terjadi.”
Bhisma sudah bosan mendengar keluh kesah dan omelan Duryodhana. Dengan tenang ia menjawab bahwa sejak semula ia tidak setuju mereka berperang. Katanya
kepada Duryodhana, “Engkaulah yang menolak nasihatku. Engkau juga yang
menginginkan perang. Aku sudah berusaha menghindarkan peperangan ini.
Tetapi aku gagal. Sekarang, aku laksanakan kewajibanku dengan sekuat
tenaga. Bagiku, ini tugas mulia dan kulakukan ini dengan seluruh jiwaku
meskipun aku sudah tua.”
Setelah berkata demikian, Bhisma mengatur balatentaranya dalam formasi burung garuda. Ia sendiri berdiri
paling
depan, di ujung paruh garuda. Duryodhana berada di belakang, sebagai
kekuatan pada ekor garuda. Segala sesuatu diatur rapi agar kekalahan
besar yang terjadi pada hari kedua tidak terulang .
FORMASI BURUNG GARUDA/GARUDA GELAYANG (lihat catatan tambahan - admin)
Pandawa
tidak ketinggalan. Dengan cermat mereka memperhitungkan kemenangan di
hari kedua agar pada hari ketiga bisa menang lagi. Dristadyumna dan
Dhananjaya mengatur pasukan mereka dalam formasi bulan sabit untuk menghadapi formasi burung garuda yang digelar pasukan Kaurawa. Di ujung kanan formasi bulan sabit berdiri Bhima, di ujung kiri berdiri Arjuna. Masing-masing memimpin sepasukan balatentara yang tangguh .
FORMASI BULAN SABIT/WULAN TUMANGGAL (lihat catatan tambahan - admin)
Pertempuran
hari ketiga berlangsung sengit. Kedua pihak sama-sama kuat. Anak panah
berlesatan di udara bagaikan hujan di siang yang cerah. Pasukan berkuda
dan penunggang gajah saling menerjang dengan dahsyat. Hentakan kaki-kaki
binatang itu membuat debu beterbangan membubung ke angkasa .
Mula-mula ujung kiri bulan sabit maju dipimpin Arjuna.
Mereka melancarkan gempuran-gempuran hebat. Arjuna maju di bawah hujan
anak panah dan tombak. Tetapi, semua bisa ditangkisnya dengan busurnya
yang termasyhur kesaktiannya.
Pasukan Kaurawa yang dipimpin Sakuni berhadapan dengan pasukan Pandawa yang dipimpin Satyaki dan Abhimanyu.
Sakuni berhasil menghancurkan kereta Satyaki. Kesatria itu terpaksa
melompat ke kereta Abhimanyu dan bersama-sama mereka membalas menyerang
pasukan Sakuni. Hanya dalam waktu singkat, kedua kesatria itu berhasil
memporakporandakan seluruh pasukan Sakuni .
Drona dan Bhisma bersama-sama menyerang Dharmaputra yang dibantu Nakula dan Sahadewa. Di ujung kanan bulan sabit, Bhima dan anaknya, Gatotkaca, bersama-sama menggempur Duryodhana. Dalam pertempuran itu Gatotkaca tampak lebih unggul dibandingkan ayahnya. Ketika pertarungan antara Gatotkaca dan Duryodhana sedang berlangsung seru, Bhima menghunjamkan tombaknya yang berat ke punggung Duryodhana.
Putra Dritarastra itu langsung terkapar tak sadarkan diri di keretanya.
Secepat kilat saisnya melarikan Duryodhana mundur ke perkemahan
Kaurawa, meninggalkan medan pertempuran, untuk diselamatkan .
Melihat
pimpinannya terluka, balatentara Kaurawa langsung lari kocar-kacir
ketakutan! Dengan sigap Bhima menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya.
Ia meraung bagai singa kelaparan, lalu menerjang apa saja yang ada di
depannya. Prajurit Kaurawa yang tak sempat lari menjauh, tewas
bertumbangan diamuk Bhima. Semakin ketakutanlah sisa-sisa pasukan yang
masih hidup .
Dengan susah payah Drona dan Bhisma berusaha
mengembalikan semangat tempur pasukan Kaurawa. Lewat tengah hari
barulah Bhisma berhasil memusatkan kekuatan balatentaranya dan
memimpinnya sendiri. Segera tampak, di bawah pimpinannya balatentara
Kaurawa kembali bersemangat. Lagi pula, seakan-akan ada seribu Bhisma
tersebar di seluruh medan Kurukshetra, semua menggempur Pandawa yang
mulai tampak kewalahan. Seperti Bhima, kesatria tua itu menerjang dan
memusnahkan apa saja yang ada di depannya. Kini ganti balatentara
Pandawa yang lari kocar-kacir. Yang tak sempat lari, mati digilas kereta
Bhisma bagai cacing-cacing yang hancur terinjak-injak .
Dengan sekuat tenaga Arjuna, Krishna dan Srikandi mencoba menahan amukan Bhisma .
Krishna
berkata kepada Arjuna, “Ini saat yang paling menentukan. Yakinkan
dirimu bahwa kau harus melawan dan menghentikan Bhisma. Jangan cemas
atau ragu. Bhisma dan Drona memang kerabatmu yang lebih tua, tapi engkau
telah bersumpah untuk bertempur. Laksanakan sumpahmu! Serang Bhisma!
Kalau kesatria tua itu tidak kauhentikan, pasukan Pandawa pasti kalah!”
“Baiklah! Paculah keretaku sekencang-kencangnya ke arah Kakek Bhisma!” jawab Arjuna .
Demikianlah,
Krishna memacu kereta Arjuna ke arah Bhisma. Kesatria tua itu menyambut
kereta Arjuna dengan melepaskan ratusan anak panah, berturut-turut
bagai semburan api dewata. Laksana lidah api yang dikendalikan, anak
panah-anak panah itu meluncur di angkasa lalu menukik ke kereta Arjuna.
Bagai menapis ikan dalam kolam, Arjuna menangkis serbuan anak panah
Bhisma dengan busurnya .
Sesungguhnya, di dalam hati Bhisma sangat bangga melihat Arjuna dengan tangkas mengalahkan setiap lawannya. Ia yakin, betapapun hebatnya serangannya, Arjuna pasti bisa mengelakkannya. Di lain pihak, Arjuna tidak membalas serangan Bhisma karena ia sangat menghormati dan menyayangi kesatria tua itu. Yang dilakukannya hanya mengelak dan menangkis. Sekali pun tak pernah membalas .
Melihat
itu, Krishna tidak puas. Kalau Arjuna terus bersikap demikian, pasukan
Pandawa akan kehilangan semangat dan mereka akan terpaksa menerima
kekalahan. Krishna berusaha mengendalikan kereta Arjuna dengan
sebaik-baiknya, tetapi karena serangan Bhisma sangat gencar, kereta itu
oleng dan beberapa kali nyaris roboh terkena lemparan tombak Bhisma.
Akhirnya, Krishna tak sabar lagi dan berkata lantang, “Arjuna, kalau engkau terus mengelak dan menangkis tanpa pernah membalas, aku sendiri yang akan membunuh Bhisma.”
Sambil
berkata demikian, Krishna melepas tali kekang kuda lalu melompat turun
dan mengambil ancang-ancang untuk melepaskan senjata cakranya yang amat
sakti ke arah Bhisma .
“Dengan
membunuhku, berarti kau membebaskan aku dari cengkeraman kehidupan di
dunia dan menolongku untuk kembali bersatu dengan Hyang Widhi!” (Bhisma)
Arjuna
yang semula terpana melihat Krishna melompat turun, menjadi sadar
mendengar kata-kata Bhisma. Ia tidak bisa menerima hal itu. Segera
disambarnya Krishna dan dipaksanya naik kembali ke keretanya. Ia tidak
ingin Krishna bertindak nekat karena kurang sabar! Karena itu, kepada
Krishna ia berjanji akan melakukan tugasnya dengan baik .
Setelah
berkata demikian, dengan tangkas dan cepat Arjuna menyerang dan
menerjang pasukan Kaurawa. Dalam waktu singkat ia menewaskan
beratus-ratus orang. Sekali lagi, balatentara Kaurawa menderita
kekalahan besar .
***
BERSAMBUNG
CATATAN TAMBAHAN:
1. FORMASI GARUDA NGLAYANG
Gelar
Garuda Nglayang ini mengandalkan kekuatan pasukan yang besar seperti
burung garuda melayang dan meniru gerakan burung garuda, di mana panglima dan pemimpin pasukan berada di paruh, kepala, sayap,dan ekor memberikan perintah kepada anak buahnya dengan siasat seperti tingkah burung garuda yang menyambar atau mematuk, dsb.
Gelar
ini menempatkan Senopati di depan sendiri sbg paruhnya, kemudian 2
orang berjajar / seorang Senopati di belakang paruh sbg kepala burung,
kemudian Senopati Agung di belakang kepala burung. Dua orang Senopati
berada di ujung sayap kanan dan kiri yang cukup jauh. Para Prajurit
mengisi sayap dan menyambung dengan tubuh burung, kepala dan ekor,
dimana di ekor burung terdapat seorang Senopati lagi. Dua sayap pada
Gelar ini dimaksudkan agar dapat mengepung prajurit musuh utk dikalahkan
/ ditumpas.
Gelar perang ini juga pernah digunakan oleh pihak Pandawa (selain Kurawa) pada perang Baratayudha. Arjuna
sebagai patuk, Prabu Drupada berada di kepala, Drustajumna di sayap
kanan, dan Bima memimpin di sayap kiri, Setyaki sebagai ekor, dan para
raja berada di tengkuk dipimpin oleh Prabu Yudistira.
*Konon gelar garuda nglayang pernah digunakan oleh panglima besar Jendral Soedirman dalam perang palagan Ambarawa
2. FORMASI BULAN SABIT/WULAN TUMANGGAL
Gelar pasukan wulan tumanggal, di gunakan untuk menjebak pasukan musuh agar masuk pada tengah tengah formasi, kemudian di gulung dari setiap sudut.
Siasat perang ini diibaratkan seperti bentuk bulan sabit,
dimana seolah-olah wujudnya tidak membahayakan. Tetapi sesungguhnya
siasat ini membahayakan karena di ujung sudut dan di tengah barisan
selalu siap sedia dengan gerakan yang mudah dilakukan.
Lihatlah malam d ikala bulan muncul di awal. Awal bulan, atau bulan sabit menyinarkan keteduhan dan ketenangan.
Namun
dalam perang, siasat “wulan tumanggal” menyimpan kejutan-kejutan.
Diujung sudut dan di tengah, tanpa di duga kadang muncul mengejutkan
lawan.
0 komentar :
Posting Komentar